Senin, 12 Maret 2012

ASUHAN KEPERAWATAN VAKUM EKSTRAKSI

LAPORAN PENDAHULUAN
VAKUM EKSTRAKSI

I. KONSEP MEDIK
A.       Pengertian
Ekstraksi Vacum adalah persalinan janin dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi tekanan negative pada kepalanya dengan menggunakan ekstraktor vakum ( ventouse ) dari malstrom.
Alat yang umumnya digunakan adalah vacum ekstraktor  dari malmstrom.prinsip dari cara ini adalah bahwa kita mengadakan suatu vacum ( tekanan negative ) melalui suatu cup pada kepala bayi. Dengan demikian akan timbul kaput secara artivisiil dan cup akan melekat erat pada kepala bayi.
Pengaturan tekanan harus di turunkan secara perlahan-lahan untuk menghindarkan kerusakan pada kulit kepala, mencegah timbulnya perdarahan pada otak bayi dan supaya timbul caput succedaneum.
B.        Alat-alat Ekstraksi Vacum
            1Lahir
1.          Mangkok ( cup )
Mangkok ini dibuat untuk membuat kaputsuksedeniu buatan sehingga mangkuk dapat mencekam kepala janin. Sekarang ini terdapat dua macam mangkuk yaitu mangkuk yang terbuat dari baha logam dan plastic. Beberapa laporan menyebutkan bahwa mangkuk plastic kurang traumatis disbanding dengan mangkuk logam. mangkuk umumnya berdiameter 4 cm sampai dengan 6 cm. pada punggung mangkuk terdapat:
v   Tonjolan berlubang tempat insersi rantai penarik
v   Tonjolan berlubang yang menghubungkan rongga mangkuk dengan pipa penghubung
v   Tonjolan landai sebagai tanda untuk titik petunjuk kepala janin ( point of direction )
v   Pada vacuum bagian depan terdapat logam/ plastic yang berlubang untuk menghisap cairan atau udara.
2.          Rantai Penghubung
Rantai mangkuk tersebut dari logam dan berfungsi menghubungkan mangkuk denga pemegang.
3.          Pipa Penghubung
Terbuat dari pipa karet atau plastic lentur yang tidak akan berkerut oleh tekanan negative.pipa penghubung berfungsi penghubung tekanan negative mangkuk dengan botol.

4.          Botol
Merupakan tempat cadangan tekanan negatif dan tempat penampungan cairan yang mungkin ikut tersedot ( air ketuban, lendir servicks, vernicks kaseosa, darah, dll )
Pada botol ini terdapat tutup yang mempunyai tiga saluran :
w  Saluran manometer
w  Saluran menuju ke mangkuk
w  Saluran menuju ke pompa penghisap
5.         Pompa penghisap
Dapat berupa pompa penghisap manual maupun listrik
C.        Teknik Tindakan Ekstraksi Vacum
1.  ibu dalam posisi litotomi dan dilakukan disinfeksi daerah genetalia ( vulva toilet ). Sekitar vulva ditutup dengan kain steril
2.  setelah semua alat ekstraktor terpasang, dilakukan pemasangan mangkuk dengan tonjolan petunjuk dipasang di atas titik petunjuk kepala janin. Pada umumnya dipakai mangkuk dengan diameter terbesar yang dapat dipasang.
3Lahir_
3.  dilakukan penghisapan dengan tekanan negative -0,3 kg/cm2 kemudian dinaikkan -0,2 kg /cm2 tiap 2 menit sampai mencapai -0,7 kg/cm2. maksud dari pembuatan tekanan negative yang bertahap ini supaya kaput suksedaneum buatan dapat terbentuk dengan baik
4Lahir_
4.  dilakukan periksa dalam vagina untuk menemukan apakah ada bagian jalan lahir atau kulit ketuban yang terjepit diantara mangkuk dan kepala janin.
5.  bila perlu dilakukan anastesi local, baik dengan cara infiltrasi maupun blok pudendal untuk kemudian dilakukan episiotomi.
6.  bersamaan dengan timbulnya his, ibu dipimpin mengejan dan ekstraksi dilakukan dengan cara menarik pemegang sesuia dengan sumbu panggul. Ibujari dan jari telunjuk serta jari tanan kiri operator menahan mangkuk supaya tetap melekat pada kepala janin. Selama ekstraksi ini, jari-jari tangan kiri operator tersebut, memutar ubun-ubun kecil menyesuaikan dengan putaran paksi dalam. Bila ubun-ubun sudah berada di bawah simfisis, arah tarikan berangsur-angsur dinaikan ( keatas ) sehingga kepala lahir. Setelah kepala lahir, tekanan negative dihilangkan dengan cara membuka pentil udara dan mangkuk kemudian dilepas. Janin dilahirkan seperti pada persalinan normal dan plasenta umumnya dilahirkan secara aktif.
5Lahir
D.        Keuntungan Tindakan Ekstraksi Vacum
v Cup dapat dipasang waktu kepala masih agak tinggi, H III atau kurang dari demikian mengurangi frekwensi SC
v Tidak perlu diketahui posisi kepala dengan tepat, cup dapat di pasang di belakang kepala, samping kepala ataupun dahi.
v Tarikan tidak dapat terlalu berat. Dengan demikian kepala tidak dapat dipaksakan melalui jalan lahir. Apabila tarikan terlampau berat cup akan lepas dengan sendirinya.
v Cup dapat di pasang meskipun pembukaan belum lengkap, misalnya pada pembukaan 8-9 cm, untuk mempercepat pembukaan.untuk ini dilakukan tarikan ringan yang kontinu sehingga kepala menekan pada cervik. Tarikan tidak boleh terlalu kuat untuk mencegah robekan cervik. Di samping itu cup tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam untuk menghindari kemungkinan timbulnya perdarahan pada otak.
v Vacum ekstraktor dapat juga dipergunakan untuk memutar kepala dan mengadakan  fleksi kepala ( missal pada letak dahi ).
E.        Kerugian Tindakan Ekstraksi Vacum
Kerugian dari tindakan vakum adalah waktu yang diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relative lebih lama ( kurang lebih 10 menit ) cara ini tidak dapat dipakai apabila ada indikasi untuk melahirkan anak dengan cepat seperti misalnya pada fetal distress ( gawat janin ) alatnya relative lebih mahal dibanding dengan forcep biasa.


F.         Yang Harus Diperhatikan Dalam Tindakan Ektraksi Vacum
Û Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubun besar
Û Penurunan tekanan harus berangsur-angsur
Û Cup dengan tekanan negative tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam
Û Penarikan waktu ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada his dan ibu mengejan
Û Apabila kepala masih agak tinggi ( H III ) sebaiknya dipasang cup terbesar
( diameter 7 cm )
Û Cup tidak boleh dipasang pada muka bayi
Û Vacum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi premature
G.       Bahaya-Bahaya Tindakan Ekstraksi Vacum
v  Terhadap Ibu
Robekan bibir cervic atau vagina karena terjepit kepala bayi dan cup
v  Terhadap Anak
Perdarahan dalam otak. Caput succedaneum artificialis akan hilang dalam beberapa hari,
II. Konsep Asuhan Keperawatan
Masalah Keperawatan
v  Gangguan pemenuhan ADL
v  Nyeri akut
v  Resti infeksi
Diagnosa Keperawatan
v  Gangguan pemenuhan ADL b.d kelemahan fisik
v  Nyeri akut b.d terputusnya kontinuitas jaringan
v  Resti infeksi b.d luka jahitan perinium
Intervensi Keperawatan
v  Gangguan pemenuhan ADL b.d kelemahan fisik
Û Bimbing pasien melakukan ROM pasif sebelum melakukan ROM aktif dua kali sehari
Û Ajarkan anggota keluarga cara-cara untuk membantu dalam ADL
Û Ajarkan pasien atau keluarga untuk merencanakan  atau melakukan ADL
Û Berikan umpan balik positif untuk pencapaian hal-hal kecil dalam perawatan diri
Û Identifikasi sumber-sumber dalam sistem dukungan sosial pasien, dan pada masyarakat yang lebih luas, yang dapat membantu dalam memenuhi ADL diluar batas kemampuan pasien
v  Nyeri akut b.d terputusnya kontinuitas jaringan
Û Berikan informasi tentang berbagai strategi untuk menambah penurunan rasa nyeri ( relaksasi, petunjuk imageri )
Û Ajarkan atau awasi pasien menggunakan strategi yang dipilih untuk menambah penurunan rasa nyeri
Û Ajarkan pasien untuk memakai daftar harian dari nyeri dan aktifitas untuk menentukan apa yang mencetuskan atau mengurangi rasa nyeri
Û Memberikan perhatian terhadap penggunaan bahasa untuk menggambarkan rasa nyeri dan kedalamannya.
v  Resti infeksi b.d luka jahitan perinium
Û Ajarkan pasien untum memilih makanan yang tinggi kalori, tinggi protein, tinggi vitamin. Makanan tersebut dapat meningkatkan penyembuhan dan regenerasi selularserta memproduksi limfosit
Û Ikuti langkah-langkah untuk pencegahan gangguan integritas kulit
Û Cuci tangan selalu sebelum kontak dengan pasien
Û Ganti balut 2 kali sehari
















DAFTAR PUSTAKA


w  Azzawi Al Farogk. ( 1991 ). Teknik Kebidanan Penerbit Buku Kedokteran. EGC
w  Bagian Obstetri dan Genokologi. (1997). Ilmu Fantom Bedah Obstetri. Semarang: FKUI
w  http://www.wikipedia.com
w  Purnawan J. Atiek SS. Husna A. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:FKUI

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM NORMAL

LAPORAN PENDAHULUAN
POST PARTUM NORMAL

A. Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu. (Rustam Mochtar,1998)
Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat – alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal. (Barbara F. weller 2005).
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. (Abdul Bari Saifuddin,2002 )
Masa post partum terbagi 3 tahap, yaitu :
1. Immediet post partum periode (24 jam pertama setelah melahirkan)
2. Early post partum periode (hari kedua sampai ketujuh setelah melahirkan)
3. Late post partum (minggu kedua/ketiga sampai keenam setelah melahirkan)
B. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi atau perubahan yang terjadi pada ibu post partum normal, yaitu :
1. System reproduksi
a. Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone oksigen yang dilepas kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin ( pitosin ) secara intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir.
c. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium.
d. Lokia
Pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas disebut lokia. Lokia ini terdiri dari lokia rubra (1-4 hari) jumlahnya sedang berwarna merah dan terutama darah, lokia serosa (4- 8 hari) jumlahnya berkurang dan berwarna merah muda (hemoserosa), lokia alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit, berwarna putih atau hampir tidak berwarna.
e. Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan ,ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan; setelah 6 minggu postnatal, serviks menutup.


f. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama setelah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
g. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh karena tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah mendapat kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
h. Payudara
Payudara mencapai maturasi yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi, payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula – mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
i. Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasme (kontraksi otot yang mendadak diluar kemaluan) sfingter dan edema leher buli – buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.


2. Tanda – tanda vital
Suhu pada hari pertama (24 jam pertama) setelah melahirkan meningkat menjadi 380C sebagai akibat pemakaian tenaga saat melahirkan dehidrasi maupun karena terjadinya perubahan hormonal, bila diatas 380C dan selama dua hari dalam sepuluh dari pertama post partum perlu dipikirkan adanya infeksi saluran kemih, endometriosis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu atau tidak.
3. System kardiovaskuler
a. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama.
b. Denyut nadi
Nadi umumnya 60 – 80 denyut permenit dan segera setelah partus dapat terjadi takikardi. Bila terdapat takikardi dan badan tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada penyakit jantung. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibanding suhu. Pada minggu ke 8 sampai ke 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
c. Komponen darah
Hemoglobin, hematokrit dan eritrosit akan kembali kekeadaan semula sebelum melahirkan.
4. System endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone – hormone yang diproduksi oleh organ tersebut. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya tercapai kira – kira satu minggu pascapartum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui pada pascapartum hari ke 17 (bowes ,1991)
Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan (Bowes, 1991). Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
5. System perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira – kira 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali kekeadaan sebelum hamil. (Cunningham, dkk; 1993) pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
6. System gastrointestinal
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan – makanan ringan. penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat episiotomy, laserasi atau hemoroid.
7. System muskuloskletal
Adaptasi ini mencakup hal – hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke 8 setelah wanita melahirkan.
8. System integument
Kloasma yang muncul pada masa kehamilan biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya.
C. Adaptasi psikologis
Rubin (1961) membagi menjadi 3 fase :
1. Fase taking in yaitu fase ketergantungan, hari pertama sampai dengan hari ketiga post partum, fokus pada diri sendiri, berperilaku pasif dan ketergantungan, menyatakan ingin makan dan tidur, sulit membuat keputusan.
2. Fase taking hold yaitu fase transisi dari ketergantungan kemandiri, dari ketiga sampai dengan kesepuluh post partum, fokus sudah ke bayi, mandiri dalam perawatan diri, mulai memperhatikan fungsi tubuh sendiri dan bayi, mulai terbuka dalam menerima pendidikan kesehatan.
3. Fase letting go yaitu fase dimana sudah mengambil tanggung jawab peran yang baru, hari kesepuluh sampai dengan enam minggu post partum, ibu sudah melaksanakan fungsinya, ayah berperan sebagai ayah dan berinteraksi dengan bayi.
D. Penatalaksanaan medis
1. Tes diagnostic
a. Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
b. Urinalisis; kadar urin, darah.
2. Therapy
a. Memberikan tablet zat besi untuk mengatasi anemia
b. Memberikan antibiotik bila ada indikasi





E. Asuhan keperawatan
Menurut Marylnn E. Doengous, 2001 :
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas ego
Peka rangsang, takut/menangis (“postpartum blues”sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan).
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari kedua dan kelima
e. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga
f. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari 3 sampai ke-5 pascapartum.
g. Seksualitas
·         Uterus 1 cm diatas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya.
·         Lokhea rubra berlanjut sampai hari ke2 – 3 , berlanjut menjadi lokhea serosa dengan aliran tergantung pada posisi (mis, rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (mis, menyusui).
·         Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke 3; mungkin lebih didini, tergantung kapan menyusui dimulai.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia ( status kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (carpenito, 2000)
Diagnose keperawatan yang muncul pada klien postpartum menurut Marilyn doengoes, 2001 yaitu :
a. Nyeri (akut)/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
b.  Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan kelemahan tubuh.
c. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
d. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (misal hipotensi ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia); efek anestesia; tromboembolisme; profil darah abnormal (anemia, sensivitas rubella,inkompabilitas Rh).
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan yang meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnose keperawatan.
a. Nyeri (akut)/ ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
·         Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa
nyeri teratasi
·         Kriteria hasil : Mengidentifikasi dan mengunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan dengan tepat, mengungkapkan berkurangnya ketidaknyamanan.
·      Intervensi :
Mandiri :
1) Tentukan adanya lokasi, dan sifat ketidaknyamanan. Tinjau ulang persalinan dan catatan kelahiran.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy. Perhatikan edema, ekimosis, nyeri tekan local, eksudat purulen, atau kehilangan perlekatan jaringan.
3) Berikan kompres es pada perineum, khusus nya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
4) Berikan kompres panas lembab (misal rendam duduk/bak mandi) diantara 100o dan 105o F (38o sampai 43,2o C) selam 20 menit, 3-4 kali sehari, setelah 24 jam 1.
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.
6) Infeksi hemoroid pada perineum. Anjurkan penggunaan kompres es selama 20 menit setiap 4 jam, penggunaan kompres witch hazel, dan menaikan pelvis pada bantal.
7) Kaji nyeri tekan uterus; tentukan adanya dan frekuensi/intensitas afterpain.
8) Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan bantal dibawah abdomen, dan melakukan tehnik visualisasi atau aktivitas pengalihan.
9) Inspeksi payudara dan jaringan putting; jika adanya pembesaran dan/atau pitung pecah – pecah.
10) Ajurkan untuk mengunakan bra penyokong
11)Berikan informasi mengenai peningkatan frekuensi temuan, memberikan kompres panas sebelum member makan, mengubah posisi bayi dengan tepat, dan mengeluarkan susu secara berurutan , bila hanya satu putting yang sakit atau luka.
12)Berikan kompres es pada area aksila payudara bila klien tidak merencanakan menyusui.
13) Kaji klien terhadap kepenuhan kandung kemih.
14) Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anesthesia subaraknoid. Hindari member obat klien sebelum sifat dan penyebab dari sakit kepala ditentukan.
Kolaborasi :
15) Berikan bromokriptin mesilat (parlodel) dua kali sehari dengan makan selama 2 – 3 minggu. Kaji hipotensi pada klien; tetap dengan klien selama ambulasi pertama.
16) Berikan analgesic 30 – 60 menit sebelum menyusui. Untuk klien yang tidak menyusui, berikan analgesic setiap 3 – 4 jam selama pembesaran payudara dan afterpain.
17) Berikan sprei anestetik, salep topical, dan kompres witc hazel untuk perineum bila dibutuhkan.
18) Bantu sesuai dengan injeksi salin atau pemberian “ blood patch “ pada sisi pungsi dural. Pertahankan klien pada posisi horizontal setelah prosedur.
b.Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
·         Tujuan : setelah dilakukan demostrasi tentang perawatan payudara diharapkan tingkat pengetahuan ibu bertambah.
·         Kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang proses menyusui, mendemonstrasikan tehnik efektif dari menyusui, menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi dipuaskan setelah menyusui.
·         Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya.
2) Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga.
3) Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kenutuhan diet khusus, dan factor – factor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.
4) Demostrasikan dan tinjauan ulang tehnik – tehnik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama menyusui dan lama menyusui.
5) Kaji putting klien; anjurkan klien melihat putting setiap habis menyusui.
6) Anjurkan klien untuk mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah menyusui.
7) Instruksikan klien untuk menghindari pengunaan putting kecuali secara khusus diindikasi.
8) Berikan pelindung putting payudara khusus untuk klien menyusui dengan putting masuk atau datar.
Kolaborasi :
9) Rujuk klien pada kelompok pendukung; misal posyandu
10) Identifikasi sumber – sumber yang tersedia dimasyarakat sesuai indikasi
c.       Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
1.)    Tujuan :
-          Pemenuhan ADL terpenuhi.
2.)    Kriteria hasil :
-          Klien dapat memenuhi kebutuhannya (mandi, makan, dan minum).
3.)    Rencana tindakan
-          Kaji tingkat kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
-          Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
-          Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.
-          Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhannya.
4.)    Rasionalisasi
-          Sebagai indikator untuk melanjutkan tindakan selanjutnya.
-          Agar kebutuhan klien dapat terpenuhi.
-          Agar klien mudah menjangkau kebutuhannya.
-          Dengan adanya hubungan dan kerjasama dari keluarga klien terpenuhi.
d. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator ( misal hipotensi ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia); efek anestesia; tromboembolisme; profil darah abnormal (anemia, sensivitas rubella, inkompabilitas Rh).
·         Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko cidera teratasi.
·         Kriteria hasil : mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan factor – factor risiko/melindungi diri dan bebas dari komplikasi.
·         Intervensi :
Mandiri :
1) Tinjau ulang kadar hemoglobin (Hb) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan. Catat tanda – tanda anemia.
2) Anjurkan ambulasi dan latihan dini kecuali pada klien yang mendapatkan anesthesia subaraknoid, yang mungkin yetap berbaring selama 6 – 8 jam, tanpa penggunaan bantal atau meninggikan kepala. Bantu klien dengan ambulasi awal. Berikan supervise yang adekuat pada mandi shower atau rendam duduk. Berikan bel pemanggil dalam jangkauan klien.
3) Berikan klien terhadap hiperrefleksia, nyeri kuadran kanan atas (KKaA , sakit kepala, atau gangguan penglihatan.
4) Catat efek – efek magnesium sulfat (MgSO4), bila diberikan, kaji respon patella dan pantau status pernapasan.
5) Inspeksi ekstremitas bawah terhadap tanda – tanda tromboflebitis, perhatikan ada atau tidaknya tanda human.6) Berikan kompres panas local; tingkatkan tirah baring dengan meninggikan tungkai yang sakit.
7) Evaluasi status rubella pada grafik prenatal, kaji klien tehadap alergi pada telur atau bulu.
Kolaborasi :
8) Berikan MgSO4 melalui pompa infuse, sesuai indikasi.
9) Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastic untuk kaki bila risiko – risiko atau gejala – gejala flebitis terjadi.
10)Berikan antikoagulasi; evaluasi factor – factor koagulasi, dan perhatikan tanda – tanda kegagalan pembekuan.
11)Berikan Rh0 (D) imun globulin (RhlgG) LM.dalam 72 jam pascapartum, sesuai indikasi.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.
·         Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
·         Kriteria hasil : mendemonstrasikan tehnik – tehnik untuk menurunkan risiko/meningkatkan penyembuhan, menunjukan luka yang bebas dari drainase purulen dan bebas dari infeksi, tidak febris, dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
·         Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji catatan prenatal dan intrapartal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini (KPD), persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya plasenta.
2. Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi ; catat tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malaise.
3. Kaji lokasi dan kontraktilitis uterus ; perhatikan perubahan involusional atau adanya nyeri tekan uterus ekstrem.Catat jumlah dan bau rabas lokhial atau perubahan pada kemajuan normal dari rubra menjadi serosa.
4. Evaluasi kondisi putting, perhatikan adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri tekan. Anjurkan pemeriksaan rutin payudara. Tinjau perawatan yang tepat dan tehnik pemberian makan bayi. (rujuk pada DK : Nyeri (akut)/ketidaknyamanan).
5. Inspeksi sisi perbaikan episiotomy setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan berlebihan, kemerahan, eksudat purulen, edema, sekatan pada garis sutura (kehilangan perlekatan), atau adanya laserasi.
6. Perhatikan frekuensi/jumlah berkemih.
7. Kaji terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih (ISK) atau sisitis (mis : peningkatan frekiensi, doronganatau disuria). Catat warna dan tampilan urin, hematuria yang terlihat, dan adanya nyeri suprapubis.
8. Anjurkan perawatan perineal, dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari atau setelah berkemih/defekasi. Anjurkan klien mandi setiap hari ganti pembalut perineal sedikitnya setiap 4 jam dari depan ke belakang.
9. Anjurkan dan gunakan tehnik mencuci tangan cermat dan pembuangan pembalut yang kotor, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
10. Kaji status nutrisi klien. Perhatikan tampilan rambut, kuku, kulit, dan sebagainya. Catat berat badan kehamilan dan penambahan berat badan prenatal.
11. Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin C, dan zat besi. Anjurkan klien untuk meningkatkan masukan cairan sampai 2000 ml/hari.
12. Tingkatkan tidur dan istitahat.
Kolaborasi :
13. Kaji jumlah sel darah putih (SDP).
4. Pelaksanaan/ Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan proses keperawatan yang mengikuti rumusan dari rencana keperawatan. Pelaksanaan keperawatan mencakup melakukan, membantu, memberikan askep untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien.
Proses pelaksanaan keperawatan mempunyai lima tahap, yaitu :
a. Mengkaji ulang klien
Fase pengkajian ulang terhadap komponen implementasi memberikan mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang diusulkan masih sesuai.
b.Menelaah dan modifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada
Modifikasi rencana asuhanyang telah ada mencakup beberapa langkah. Pertama, data dalam kolom pengkajian direvisi sehingga mencerminkan status kesehatan terbaru klien.
Kedua, diagnose keperawatan direvisi. Diagnose keperawatan yang tidak relevan dihapuskan, dan diagnose keperawatan yang terbaru ditambah dan diberi tanggal.
Ketiga, metoda implementasi spesifik direvisi untuk menghubungan dengan diagnose keperawatan yang baru dan tujuan klien yang baru.
c. Mengidentifikasi bidang bantuan
Situasi yang membutuhkan tambahan tenaga beragam. Sebagai contoh, perawat yang ditugaskan unutk merawat klien imobilisasi mungkin membutuhkan tambahan tenaga untuk membantu membalik, memindahkan, dan mengubah posisi klien karena kerja fisik yang terlibat.
d. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
Berikut metode untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan :
1) Membantu dalam melakukan aktivitas sehari – hari
2) Mengonsulkan dan menyuluhkan pasien dan keluarga
3) Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf lainnya.
( Potter, 2005 )


5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Evaluasi disusun dengan mengunakan SOAP yang operasional dengan pengertian :
S : adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara
subjektif oleh klien dan keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O :adalah keadaan objektif yang didefinisikan oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan.
A :adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon
subjektif dan objektif klien yang dibandingkan dengan criteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan rencana keperawatan klien.
P : adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan
analisis.
 Adapun evaluasi dari semua tindakan keperawatan mengenai Asuhan Keperawatan Post Partum Normal (episiotomi) yaitu :
1)      Rasa nyeri teratasi
2)      Tingkat pengetahuan ibu bertambah mengenai perawatan payudara
3)      Pemenuhan ADL terpenuhi.
4)      Resiko cidera tidak terjadi
5)      Infeksi tidak terjadi.






DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marlin E.2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC
Helen Farrer, 1996. Perawatan Maternitas. Jkarta : EGC
Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan : Jakarta EGC
Judi Januadi Endjun.2002. Persalinan Sehat. Puspa Swara
Mansjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid I. Jakarta : Media
Sudi Amus.2011. laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan.html (online) http://diaryofeffatazebaoth.blogspot.com/2011/02/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan.html