I. Konsep Medis
A. Pengertian
Ulkus
peptikum merupakan ulkus kronik yang secara khas bersifat soliter dan
timbul karna pajanan sekresi lambung yang asam. Ulkus peptikum sering
disebut sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal.
B. Etiologi
Etiologi ulkus peptikum kurang dipahami, meskipun bakteri gram negative H. pylori
telah sangat diyakini sebagai faktor penyebab. Diketahui bahwa ulkus
peptikum terjadi hanya pada area GI yang terpajan pada asam hidroklorida
dan pepsin.
C. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala
ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu atau beberapa bulan dan
bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa
penyebab yang dapat diidentifikasi.
Nyeri.
Biasanya, pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk
atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini
diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum
meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan.
Nyeri
biasanya hilang dengan makan, karna makanan menetralisir asam, atau
dengan menggunakan alkali. Namun, bila lambung telah kosong atau alkali
tidak digunakan, nyeri kembali timbul.
Pirosis (Nyeri Uluhati).
Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan
lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam.
Eruktasi, atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
Muntah.
Meskipun jarang pada ulkus duodenal takterkomplikasi, muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan
jaringat parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami
inflamasi disekitarnya pada ukus akut.
Konstipasi dan Perdarahan.
Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat
dari diet dan obat-obatan. Pasien juga dapat dating dengan perdarahan
gastrointestinal.
D. Patofisiologi
Ulkus
peptikum terjadi karna ketidakseimbangan pada mekanisme pertahanan
mukosa gastroduodenal dan kerusakan mukosa karna asam lambung serta
pepsin, dengan kombinasi jejas lingkungan atau imunologik yang turut
menyertai. Pertahanan mukosa terganggu oleh iskemia dan syok,
pengosongan lambung yang lambat, atau refluks duodenum-lambung.
Pertahanan yang normal meliputi:
1. Sekresi mukus permukaan dan bikarbonat
2. System transport sel epitel apical
3. Aliran darah mukosa yang mempertahankan integritas mukosa dan regenerasi epitel
4. Prostaglandin
Sebagian besar ulkus peptikum disebabkan oleh infeksi H. pylori, bakteri ini menyebabkan jejas lewat beberapa mekanisme:
1. H. pylori menyekreksikan urease, protease, dan fosfolipase yang bersifat toksik langsung terhadap mukosa.
2. Lipopolisakarida
bakteri menstimulasi produksi sitokin proinflamatorik oleh mukosa yang
merekrut dan mengaktifkan sel-sel inflamasi, selanjutnya melepaskan
protease dan radikal bebas yang berasal dari oksigen.
3. Faktor yang mengaktifkan trombosit dari bakteri memicu trombosit kapil.
4. Kerusakan
mukosa memungkinkan bocornya nutrien ke dalam lingkungan-mikro
permukaan, dengan demikian menahan kuman di dalam lapisan mukosa.
E. Penatalaksanaan
Sasaran
penatalaksanaan ulkus peptikum adalah untuk mengatasi keasaman lambung.
Beberapa metode digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan intervensi pembedahan.
Penurunan Stres dan Istirahat.
Pasien memerlukan bantuan dalam mengidentifikasi situasi yang penuh
stres atau melelahkan. Gaya hidup terburu-buru dan jadwa tidak teratur
dapat memperberat gejala dan mempengaruhi keteraturan pola makan dan
pemberian obat dalam lingkungan yang rileks.
Penghentian Merokok.
Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok menurunkan sekresi
bikarbonat dari pancreas ke dalam duodenum. Akibatnya, keasaman duodenum
lebih tinggi bila seseorang merokok.
Modifikasi Diet.
Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk menghindari
sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI. Hal ini
dapat diminimalkan dengan menghindari suhu ekstrem dan stimulasi
berlebihan makan ekstrak, alkohol, dan kopi. Selain itu, upaya dibuat
untuk menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.
Obat-obatan.
Saat ini, obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan
ulkus mencakup antagonis reseptor histamin (antagonis reseptor H₂),
yang menurunkan sekresi asam lambung; inhibitor pompa proton, yang juga
menurunkan sekresi asam; agen sitoprotektif, yang melindungi sel mukosa
dari asam; antasida, antikolinergis, yang menghambat sekresi asam atau
kombinasi antibiotik dengan garam bismut untuk menekan bakteri H. pylori.
Intervensi Bedah.
Pembedahan biasanya dianjurkan untuk pasien dengan ulkus yang tidak
sembuh (yang gagal sembuh setelah 12 sampai 16 minggu pengobatan medis),
hemoragi yang mengancam hidup, perforasi, atau obstruksi. Prosedur
pembedahan mencakup vagotomi, vagotomi dengan piloroplasti, atau
Biilroth I atau II.
II. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Riwayat
pasien bertindak sebagai dasar yang penting untuk diagnosis. Pasien
diminta untuk menggambarkan nyeri dan metode yang digunakan untuk
menghilangkannya (makanan, antasid). Nyeri ulkus peptikum biasanya
digambarkan sebagai “rasa terbakar” atau “menggorogoti” dan terjadi
kira-kira 2 jam setelah makan. Nyeri ini sering membangunkan pasien
antaratengah malam dan jam 3 pagi. Pasien biasanya menyatakan bahwa
nyeri dihilangkan dengan menggunakan antasida, makan makanan, atau
dengan muntah. Pasien ditanya kapan muntah terjadi. Bila terjadi,
seberapa banyak? Apakah muntahan merah terang atau seperti warna kopi?
Apakah pasien mengalami defekasi disertai feses berdarah? Selama
pengambilan riwayat perawat meminta pasien untuk menuliskan masukan
makanan, biasanya selama periode 72 jam dan memasukkan semua kebiasaan
makan (kecepatan makan, makanan reguler, kesukaan terhadap makanan
pedas,
penggunaan
bumbu, penggunaan minuman mengandung kafein). Tingkat ketegangan pasien
atau kegugupan dikaji. Apakah pasien merokok? Seberapa banyak? Adakah
riwayat keluarga dengan penyakit ulkus?
Tanda
vital dikaji untuk indikator anemia dan feses diperiksa terhadap darah
samar. Pemeriksaan fisik dilakukan dan abdomen dipalpasi untuk
melokalisasi nyeri tekan.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan Ulkus Peptikum adalah:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
Ditandai dengan: hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat, urine pekat/menurun, berkeringat, hemokonsentrasi.
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.
Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.
Ditandai
dengan: peningkatan tegangan, gelisah, mudah terangsang, takut,
gemetar, takikardi, kurang kontak mata, menolak, panik atau perilaku
menyerang.
4. Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral.
Ditandai
dengan: mengkomunikasikan gambaran nyeri, berhati-hati dengan abdomen,
postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.
5. Kurang
pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan
interpretasi/informasi.
Ditandai dengan: permintaan informasi, pernyataan salah konsep, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
C. Rencana Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan:
menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan dengan haluaran
urin adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane
mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat.
Intervensi
a. Catat karakteristik muntah dan/atau drainase.
R/
membantu dalam membedakan penyebab distres gaster. Kandungan empedu
kuning kehijauan menunjukkan bahwa pilorus terbuka. Kandungan fekal
menunjukkan obstruksi usus. Darah merah cerah menandakan adanya atau
perdarahan arterial akut, mungkin karna ulkus gaster, darah merah gelap
mungkin darah lama (tertahan dalam usus) atau perdarahan vena dari
varises. Penampilan kopi gelap diduga sebagai darah tercerna dari area
perdarahan lambat. Makanan tak tercerna menunjukkan obstruksi atau tumor
gaster.
b. Awasi tanda vital. Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring. Berdiri bila mungkin.
R/
perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan
darah. Hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi.
c. Pertahankan tirah baring, mencegah muntah dan tegangan padasaat defekasi.
R/ aktivitas/muntah meningkatkan tekanan intra-abdomen dan dapat mencetuskan perdarah lanjut.
d. Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida.
R/ mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida dimanadapat menyebabkan komplikasi paru serius.
Kolaborasi
e. Berikan cairan/darah sesuai indikasi.
R/
penggantian cairan bergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya
perdarahan. Tambahan volume (albumin) dapat diinfuskan sampai golongan
darah dan pencocokan silang dapat diselesaikan dan transfusi darah
dimulai.
f. Lakukan
lavase gaster dengan cairan garam faal dingin atau dengan suhu ruangan
sampai cairan aspirasi merah muda bening atau jernih dan bebas bekuan.
R/
mendorong keluar/pemecahan bekuandan dapat menurunkan perdarahan dengan
vasokonstriksi lokal. Memudahkan visualisasi dengan endoskopi untuk
melokalisasi sumber perdarahan.
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.
Tujuan:
mempertahankan/memperbaiki perfusi jaringan dengan bukti tanda vital
stabil, kulit hangat, nadi perifer teraba, GDA dalam batas normal,
keluaran urin adekuat.
Intervensi
a. Kaji perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/sakit kepala.
R/ perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial.
b. Selidiki keluhan nyeri dada. Catat lokasi, kualitas, lamanya dan apa yang menghilangkan nyeri.
R/ dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan penurunan perfusi.
c. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah.
R/
vasokonstriksi adalah respons simpatis terhadap penurunan volume
sirkulasi dan/atau dapat terjadi sebagai efek samping pemberian
vasopressin.
d. Catat haluaran urin dan berat jenis.
R/ penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemia/gagal ginjal dimanifestasikan dengan penurunan keluaran urin.
e. Catat laporan nyeri abdomen, khusus tiba-tiba, nyeri hebat atau nyeri menyebar ke bahu.
R/
nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan
akut karna efek buffer darah. Nyeri berat berlanjut atau tiba-tiba dapat
menunjukkan iskemia sehubungan dengan terapi vasokonstriksi.
Kolaborasi
f. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/ mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut.
g. Berikancairan IV sesuai indikasi.
R/ mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.
Tujuan:
a. Menyatakan rentang perasaan yang tepat.
b. Menunjukkan rileks dan laporan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
Intervensi
a. Awasi respon fisiologis (takipnea, palpitasi, pusing, sensasi kesemutan).
R/ dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/status syok.
b. Dorong pernyataan takut dan ansietas; berikan umpan balik.
R/ membuat hubungan terapautik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep.
c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan.
R/ meliarkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.
d. Berikan lingkungantenang untuk istirahat.
R/ memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan keterampilan koping.
e. Tunjukkan tehnik relaksasi.
R/ belajar cara untuk rileks dapat membantu menurunkan takut dan ansietas.
4. Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral.
Tujuan:
a. Menyatakan nyeri hilang.
b. Menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi
a. Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).
R/
nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala
nyeri pasien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi
perdarahan dan terjadinya komplikasi.
b. Kaji ulang faktor yang meningkatkan dan menurunkan nyeri.
R/ membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
c. Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi.
R/
makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan
gaster. Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.
d. Bantu latihan rentang gerak aktif/pasif.
R/ menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri/ketidaknyamanan.
5. Kurang
pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan
interpretasi/informasi.
Tujuan:
a. Menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya sendiri dan penggunaan tindakan pengobatan.
b. Mulai mendiskusikan perannya dalam mencegah kekambuhan.
c. Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
a. Tentukan persepsi pasien tentang penyebab perdarahan.
R/ membuat pengetahuan dasar dan memberikan beberapa kesadaran yang konstruktif pada pasien.
b. Berikan/kaji
ulang tentang etiologi perdarahan, penyebab/efek hubungan perilaku pola
hidup, dan cara menurunkan resiko/faktor pendukung.
R/
memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
informasi/keputusan tentang masa depan dan control masalah kesehatan.
c. Bantu
pasien untuk mengidentifikasi hubungan masukan makanan dan
pencetus/atau hilangnya nyeri epigastrik, termasuk menghindari irirtan
gaster.
R/
kafein dan rokok merangsang keasaman lambung. Alkohol mendukung untuk
erosi mukosa lambung. Individu dapat menemukan bahwa makan/minuman
tertentu meningkatkan sekresi lambung dan nyeri.
d. Tekankan pentingnya membaca label obat dijual bebas dan menghindari produk yang mengandung aspirin.
R/ aspirin merusak mukosa pelindung, memungkinkan terjadi erosi gaster, ulkus dan perdarahan.
e. Diskusikan tentang pentingnya menghentikan merokok.
R/
penyembuhan ulkus dapat melambat pada orang yang merokok. Meroko juga
berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya/berulangnya ulkus
peptikum.
D. Implementasi
Implementasi
dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus,
dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
E. Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan dapat teratasi.
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan dapat dicegah atau teratasi.
3. Ansietas dapat teratasi.
4. Nyeri dapat teratasi.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), Jakarta, EGC.
Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.
Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC.