LAPORAN
PENDAHULUAN
POST
PARTUM NORMAL
A. Pengertian
Masa
nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini
yaitu 6 – 8 minggu. (Rustam Mochtar,1998)
Masa
nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat –
alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal. (Barbara F. weller 2005).
Post
partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan
alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang
dari 24 jam. (Abdul Bari Saifuddin,2002 )
Masa
post partum terbagi 3 tahap, yaitu :
1. Immediet post partum periode (24
jam pertama setelah melahirkan)
2. Early post partum periode (hari
kedua sampai ketujuh setelah melahirkan)
3. Late post partum (minggu
kedua/ketiga sampai keenam setelah melahirkan)
B.
Adaptasi Fisiologi
Adaptasi
atau perubahan yang terjadi pada ibu post partum normal, yaitu :
1. System reproduksi
a. Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan
sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera
setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Dalam waktu 12
jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa
hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun
kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus
normal akan berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis. Uterus
tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus
meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai
respons terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hemostasis
pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,
bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone oksigen yang
dilepas kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengkompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam
pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi
tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus
selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin ( pitosin ) secara intravena atau intramuscular
diberikan segera setelah plasenta lahir.
c. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus
meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi
yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan
sepanjang masa awal puerperium.
d. Lokia
Pengeluaran darah dan jaringan
desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas disebut lokia. Lokia
ini terdiri dari lokia rubra (1-4 hari) jumlahnya sedang berwarna merah dan
terutama darah, lokia serosa (4- 8 hari) jumlahnya berkurang dan berwarna merah
muda (hemoserosa), lokia alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit, berwarna putih
atau hampir tidak berwarna.
e. Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama
uterus. Setelah persalinan ,ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga
jari tangan; setelah 6 minggu postnatal, serviks menutup.
f. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan
serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam
beberapa hari pertama setelah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada
dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan
tidak hamil dan rugae dalam vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae
dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia
menjadi lebih menonjol.
g. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum
menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh karena tekanan kepala bayi yang
bergerak maju. Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah mendapat kembali
sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum
melahirkan.
h. Payudara
Payudara mencapai maturasi yang
penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi, payudara akan menjadi
lebih besar, lebih kencang dan mula – mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi
terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
i. Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama
24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasme (kontraksi otot yang mendadak
diluar kemaluan) sfingter dan edema leher buli – buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin
dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah
melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat
menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan
diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
2. Tanda – tanda vital
Suhu pada hari pertama (24 jam
pertama) setelah melahirkan meningkat menjadi 380C sebagai akibat pemakaian
tenaga saat melahirkan dehidrasi maupun karena terjadinya perubahan hormonal,
bila diatas 380C dan selama dua hari dalam sepuluh dari pertama post partum
perlu dipikirkan adanya infeksi saluran kemih, endometriosis dan sebagainya.
Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 setelah melahirkan dapat
menyebabkan kenaikan suhu atau tidak.
3. System kardiovaskuler
a. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau
tetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan
ingin pingsan segera berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama.
b. Denyut nadi
Nadi umumnya 60 – 80 denyut permenit
dan segera setelah partus dapat terjadi takikardi. Bila terdapat takikardi dan
badan tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada penyakit jantung.
Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibanding suhu. Pada minggu ke
8 sampai ke 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum
hamil.
c. Komponen darah
Hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
akan kembali kekeadaan semula sebelum melahirkan.
4. System endokrin
Pengeluaran
plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone – hormone yang diproduksi
oleh organ tersebut. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok
setelah plasenta keluar, kadar terendahnya tercapai kira – kira satu minggu
pascapartum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat
pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang
menyusui pada pascapartum hari ke 17 (bowes ,1991)
Kadar
prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita
menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah
melahirkan (Bowes, 1991). Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan
menyusui, lama setiap kali menyusui, dan banyak makanan tambahan yang
diberikan.
5.
System perkemihan
Perubahan
hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan
peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita
melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa
pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira – kira 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali kekeadaan sebelum
hamil. (Cunningham, dkk; 1993) pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus
urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
6. System gastrointestinal
Ibu
biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan –
makanan ringan. penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi
bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal. Buang air
besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama
proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan,
enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah
menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat
episiotomy, laserasi atau hemoroid.
7. System muskuloskletal
Adaptasi ini mencakup hal – hal yang
membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu
akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke
8 setelah wanita melahirkan.
8. System integument
Kloasma yang muncul pada masa
kehamilan biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola
dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara,
abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya.
C.
Adaptasi psikologis
Rubin (1961) membagi menjadi 3 fase
:
1.
Fase taking in yaitu fase ketergantungan, hari pertama sampai dengan hari
ketiga post partum, fokus pada diri sendiri, berperilaku pasif dan ketergantungan,
menyatakan ingin makan dan tidur, sulit membuat keputusan.
2.
Fase taking hold yaitu fase transisi dari ketergantungan kemandiri, dari ketiga
sampai dengan kesepuluh post partum, fokus sudah ke bayi, mandiri dalam
perawatan diri, mulai memperhatikan fungsi tubuh sendiri dan bayi, mulai
terbuka dalam menerima pendidikan kesehatan.
3.
Fase letting go yaitu fase dimana sudah mengambil tanggung jawab peran yang
baru, hari kesepuluh sampai dengan enam minggu post partum, ibu sudah
melaksanakan fungsinya, ayah berperan sebagai ayah dan berinteraksi dengan
bayi.
D.
Penatalaksanaan medis
1.
Tes diagnostic
a. Jumlah darah lengkap,
hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
b. Urinalisis; kadar urin, darah.
2. Therapy
a. Memberikan tablet zat besi untuk mengatasi
anemia
b. Memberikan antibiotik bila ada
indikasi
E.
Asuhan keperawatan
Menurut Marylnn E. Doengous, 2001 :
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering
terjadi pada malam hari.
c. Integritas ego
Peka rangsang, takut/menangis
(“postpartum blues”sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan).
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari kedua dan
kelima
e. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin
dikeluhkan kira-kira hari ketiga
f. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/pembesaran
dapat terjadi diantara hari 3 sampai ke-5 pascapartum.
g. Seksualitas
·
Uterus 1 cm diatas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran
menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya.
·
Lokhea rubra berlanjut sampai hari ke2 – 3 , berlanjut
menjadi lokhea serosa dengan aliran tergantung pada posisi (mis, rekumben
versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (mis, menyusui).
·
Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada
susu matur, biasanya pada hari ke 3; mungkin lebih didini, tergantung kapan
menyusui dimulai.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia ( status
kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah (carpenito, 2000)
Diagnose
keperawatan yang muncul pada klien postpartum menurut Marilyn doengoes, 2001
yaitu :
a.
Nyeri (akut)/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,
edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL
berhubungan dengan kelemahan tubuh.
c.
Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia
gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
d.
Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (misal
hipotensi ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia); efek anestesia;
tromboembolisme; profil darah abnormal (anemia, sensivitas rubella,inkompabilitas
Rh).
e.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau
kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan
peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Perencanaan
merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan yang meliputi pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnose keperawatan.
a.
Nyeri (akut)/ ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,
edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
·
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa
nyeri teratasi
·
Kriteria hasil : Mengidentifikasi dan mengunakan intervensi
untuk mengatasi ketidaknyamanan dengan tepat, mengungkapkan berkurangnya
ketidaknyamanan.
·
Intervensi :
Mandiri :
1)
Tentukan adanya lokasi, dan sifat ketidaknyamanan. Tinjau ulang persalinan dan
catatan kelahiran.
2)
Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy. Perhatikan edema, ekimosis, nyeri
tekan local, eksudat purulen, atau kehilangan perlekatan jaringan.
3)
Berikan kompres es pada perineum, khusus nya selama 24 jam pertama setelah
kelahiran.
4)
Berikan kompres panas lembab (misal rendam duduk/bak mandi) diantara 100o dan
105o F (38o sampai 43,2o C) selam 20 menit, 3-4 kali sehari, setelah 24 jam 1.
5)
Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.
6)
Infeksi hemoroid pada perineum. Anjurkan penggunaan kompres es selama 20 menit
setiap 4 jam, penggunaan kompres witch hazel, dan menaikan pelvis pada bantal.
7)
Kaji nyeri tekan uterus; tentukan adanya dan frekuensi/intensitas afterpain.
8)
Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan bantal dibawah abdomen, dan melakukan
tehnik visualisasi atau aktivitas pengalihan.
9)
Inspeksi payudara dan jaringan putting; jika adanya pembesaran dan/atau pitung
pecah – pecah.
10)
Ajurkan untuk mengunakan bra penyokong
11)Berikan
informasi mengenai peningkatan frekuensi temuan, memberikan kompres panas
sebelum member makan, mengubah posisi bayi dengan tepat, dan mengeluarkan susu
secara berurutan , bila hanya satu putting yang sakit atau luka.
12)Berikan
kompres es pada area aksila payudara bila klien tidak merencanakan menyusui.
13)
Kaji klien terhadap kepenuhan kandung kemih.
14)
Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anesthesia subaraknoid.
Hindari member obat klien sebelum sifat dan penyebab dari sakit kepala
ditentukan.
Kolaborasi
:
15)
Berikan bromokriptin mesilat (parlodel) dua kali sehari dengan makan selama 2 –
3 minggu. Kaji hipotensi pada klien; tetap dengan klien selama ambulasi
pertama.
16)
Berikan analgesic 30 – 60 menit sebelum menyusui. Untuk klien yang tidak
menyusui, berikan analgesic setiap 3 – 4 jam selama pembesaran payudara dan
afterpain.
17)
Berikan sprei anestetik, salep topical, dan kompres witc hazel untuk perineum
bila dibutuhkan.
18)
Bantu sesuai dengan injeksi salin atau pemberian “ blood patch “ pada sisi
pungsi dural. Pertahankan klien pada posisi horizontal setelah prosedur.
b.Menyusui
berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi
bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
·
Tujuan : setelah dilakukan demostrasi tentang perawatan
payudara diharapkan tingkat pengetahuan ibu bertambah.
·
Kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang proses
menyusui, mendemonstrasikan tehnik efektif dari menyusui, menunjukan kepuasan
regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi dipuaskan setelah menyusui.
·
Intervensi :
Mandiri :
1)
Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya.
2)
Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga.
3)
Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan
menyusui, perawatan putting dan payudara, kenutuhan diet khusus, dan factor –
factor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.
4)
Demostrasikan dan tinjauan ulang tehnik – tehnik menyusui. Perhatikan posisi
bayi selama menyusui dan lama menyusui.
5)
Kaji putting klien; anjurkan klien melihat putting setiap habis menyusui.
6)
Anjurkan klien untuk mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit
setelah menyusui.
7)
Instruksikan klien untuk menghindari pengunaan putting kecuali secara khusus
diindikasi.
8)
Berikan pelindung putting payudara khusus untuk klien menyusui dengan putting
masuk atau datar.
Kolaborasi
:
9)
Rujuk klien pada kelompok pendukung; misal posyandu
10)
Identifikasi sumber – sumber yang tersedia dimasyarakat sesuai indikasi
c.
Gangguan pemenuhan kebutuhan
ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
1.)
Tujuan :
-
Pemenuhan ADL terpenuhi.
2.)
Kriteria hasil :
-
Klien dapat memenuhi
kebutuhannya (mandi, makan, dan minum).
3.)
Rencana tindakan
-
Kaji tingkat kemampuan pasien
dalam memenuhi kebutuhannya.
-
Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya.
-
Dekatkan alat-alat yang
dibutuhkan klien.
-
Libatkan keluarga dalam
memenuhi kebutuhannya.
4.)
Rasionalisasi
-
Sebagai indikator untuk
melanjutkan tindakan selanjutnya.
-
Agar kebutuhan klien dapat
terpenuhi.
-
Agar klien mudah menjangkau
kebutuhannya.
-
Dengan adanya hubungan dan
kerjasama dari keluarga klien terpenuhi.
d.
Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (
misal hipotensi ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia); efek anestesia;
tromboembolisme; profil darah abnormal (anemia, sensivitas rubella,
inkompabilitas Rh).
·
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
resiko cidera teratasi.
·
Kriteria hasil : mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan
factor – factor risiko/melindungi diri dan bebas dari komplikasi.
·
Intervensi :
Mandiri :
1)
Tinjau ulang kadar hemoglobin (Hb) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan.
Catat tanda – tanda anemia.
2)
Anjurkan ambulasi dan latihan dini kecuali pada klien yang mendapatkan
anesthesia subaraknoid, yang mungkin yetap berbaring selama 6 – 8 jam, tanpa
penggunaan bantal atau meninggikan kepala. Bantu klien dengan ambulasi awal.
Berikan supervise yang adekuat pada mandi shower atau rendam duduk. Berikan bel
pemanggil dalam jangkauan klien.
3)
Berikan klien terhadap hiperrefleksia, nyeri kuadran kanan atas (KKaA , sakit
kepala, atau gangguan penglihatan.
4)
Catat efek – efek magnesium sulfat (MgSO4), bila diberikan, kaji respon patella
dan pantau status pernapasan.
5)
Inspeksi ekstremitas bawah terhadap tanda – tanda tromboflebitis, perhatikan
ada atau tidaknya tanda human.6) Berikan kompres panas local; tingkatkan tirah
baring dengan meninggikan tungkai yang sakit.
7)
Evaluasi status rubella pada grafik prenatal, kaji klien tehadap alergi pada
telur atau bulu.
Kolaborasi
:
8) Berikan MgSO4 melalui pompa
infuse, sesuai indikasi.
9)
Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastic untuk kaki bila risiko –
risiko atau gejala – gejala flebitis terjadi.
10)Berikan
antikoagulasi; evaluasi factor – factor koagulasi, dan perhatikan tanda – tanda
kegagalan pembekuan.
11)Berikan
Rh0 (D) imun globulin (RhlgG) LM.dalam 72 jam pascapartum, sesuai indikasi.
e.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau
kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan
peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.
·
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
infeksi tidak terjadi.
·
Kriteria hasil : mendemonstrasikan tehnik – tehnik untuk
menurunkan risiko/meningkatkan penyembuhan, menunjukan luka yang bebas dari
drainase purulen dan bebas dari infeksi, tidak febris, dan mempunyai aliran
lokhial dan karakter normal.
·
Intervensi :
Mandiri :
1.
Kaji catatan prenatal dan intrapartal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina
dan komplikasi seperti ketuban pecah dini (KPD), persalinan lama, laserasi,
hemoragi, dan tertahannya plasenta.
2.
Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi ; catat tanda-tanda
menggigil, anoreksia atau malaise.
3.
Kaji lokasi dan kontraktilitis uterus ; perhatikan perubahan involusional atau
adanya nyeri tekan uterus ekstrem.Catat jumlah dan bau rabas lokhial atau
perubahan pada kemajuan normal dari rubra menjadi serosa.
4.
Evaluasi kondisi putting, perhatikan adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri
tekan. Anjurkan pemeriksaan rutin payudara. Tinjau perawatan yang tepat dan
tehnik pemberian makan bayi. (rujuk pada DK : Nyeri (akut)/ketidaknyamanan).
5.
Inspeksi sisi perbaikan episiotomy setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan
berlebihan, kemerahan, eksudat purulen, edema, sekatan pada garis sutura
(kehilangan perlekatan), atau adanya laserasi.
6.
Perhatikan frekuensi/jumlah berkemih.
7.
Kaji terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih (ISK) atau sisitis (mis :
peningkatan frekiensi, doronganatau disuria). Catat warna dan tampilan urin,
hematuria yang terlihat, dan adanya nyeri suprapubis.
8.
Anjurkan perawatan perineal, dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3
sampai 4 kali sehari atau setelah berkemih/defekasi. Anjurkan klien mandi
setiap hari ganti pembalut perineal sedikitnya setiap 4 jam dari depan ke
belakang.
9.
Anjurkan dan gunakan tehnik mencuci tangan cermat dan pembuangan pembalut yang
kotor, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
10.
Kaji status nutrisi klien. Perhatikan tampilan rambut, kuku, kulit, dan
sebagainya. Catat berat badan kehamilan dan penambahan berat badan prenatal.
11.
Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin C, dan zat
besi. Anjurkan klien untuk meningkatkan masukan cairan sampai 2000 ml/hari.
12.
Tingkatkan tidur dan istitahat.
Kolaborasi
:
13.
Kaji jumlah sel darah putih (SDP).
4. Pelaksanaan/ Implementasi
Pelaksanaan
keperawatan merupakan proses keperawatan yang mengikuti rumusan dari rencana
keperawatan. Pelaksanaan keperawatan mencakup melakukan, membantu, memberikan
askep untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta melakukan
pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari
klien.
Proses
pelaksanaan keperawatan mempunyai lima tahap, yaitu :
a. Mengkaji ulang klien
Fase pengkajian ulang terhadap
komponen implementasi memberikan mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah
tindakan keperawatan yang diusulkan masih sesuai.
b.Menelaah
dan modifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada
Modifikasi rencana asuhanyang telah ada mencakup beberapa langkah. Pertama,
data dalam kolom pengkajian direvisi sehingga mencerminkan status kesehatan
terbaru klien.
Kedua,
diagnose keperawatan direvisi. Diagnose keperawatan yang tidak relevan
dihapuskan, dan diagnose keperawatan yang terbaru ditambah dan diberi tanggal.
Ketiga, metoda implementasi spesifik
direvisi untuk menghubungan dengan diagnose keperawatan yang baru dan tujuan
klien yang baru.
c. Mengidentifikasi bidang bantuan
Situasi yang membutuhkan tambahan
tenaga beragam. Sebagai contoh, perawat yang ditugaskan unutk merawat klien
imobilisasi mungkin membutuhkan tambahan tenaga untuk membantu membalik,
memindahkan, dan mengubah posisi klien karena kerja fisik yang terlibat.
d. Mengimplementasikan intervensi
keperawatan
Berikut metode untuk mencapai tujuan
asuhan keperawatan :
1) Membantu dalam melakukan
aktivitas sehari – hari
2) Mengonsulkan dan menyuluhkan
pasien dan keluarga
3) Mengawasi dan mengevaluasi kerja
anggota staf lainnya.
( Potter, 2005 )
5. Evaluasi
Evaluasi
merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan criteria
dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Evaluasi
disusun dengan mengunakan SOAP yang operasional dengan pengertian :
S
: adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara
subjektif oleh klien dan keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O
:adalah keadaan objektif yang didefinisikan oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan.
A
:adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon
subjektif dan objektif klien yang dibandingkan dengan criteria dan standar yang
telah ditentukan mengacu pada tujuan rencana keperawatan klien.
P
: adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan
analisis.
Adapun evaluasi dari semua tindakan keperawatan
mengenai Asuhan Keperawatan Post Partum Normal (episiotomi) yaitu :
1)
Rasa nyeri teratasi
2)
Tingkat pengetahuan ibu bertambah mengenai
perawatan payudara
3)
Pemenuhan ADL
terpenuhi.
4)
Resiko cidera tidak terjadi
5)
Infeksi tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marlin E.2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC
Helen
Farrer, 1996. Perawatan Maternitas. Jkarta : EGC
Ida
Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan : Jakarta EGC
Judi
Januadi Endjun.2002. Persalinan Sehat. Puspa Swara
Mansjoer,
Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid I. Jakarta : Media
Sudi
Amus.2011. laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan.html (online) http://diaryofeffatazebaoth.blogspot.com/2011/02/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan.html