LAPORAN
PENDAHULUAN
PREEKLAMPSIA
I. KONSEP MEDIK
A. Pengertian
Preeklampsia
adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan
setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat
kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Preeklampsia
adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang
terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar,
1998 ).
Preeklampsia
adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).
Preeklampsi
berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).
Preeklampsia
dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila satu
atau lebih tanda gejala dibawah ini :
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau
tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.
2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3
atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang
dalam 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau
nyeri di daerah epigastrium
5. Edema paru dan sianosis.(Ilmu Kebidanan :
2005)
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya.
Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban
yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini
yaitu :
- Spasmus arteriola
- Retensi Na dan air
- Koagulasi intravaskuler
Walaupun
vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi
vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia
(Obstetri Patologi : 1984)
Teori
yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia
plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang
bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan
banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara
faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditemukan mana yang sebab mana
yang akibat (Ilmu Kebidanan : 2005).
C. Patofisiologi
Pada pre
eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu
sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema
yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial
belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria
dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Pada
preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia (Cunniangham,2003).
Wanita
dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap
berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat
menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan
perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit
kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari
nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi
hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh
perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan
trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael,2005).
Perubahan
pada organ :
1. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi
kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan eklampsia.
Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload
jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara
iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid intravena, dan
aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru
(Cunningham,2003).
2. Metablisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang
menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya . jumlah air
dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsia dan eklampsia
dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita
preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang
diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan
penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein
tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium,
natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo,2005).
3. Mata
Dapat dijumpai adanya edema
retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang
disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia
berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan
ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam
pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998).
4. Otak
Pada penyakit yang belum
berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan
yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).
5. Uterus
Aliran darah ke plasenta
menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan
terhadap rangsangan, sehingga terjad partus prematur.
6. Paru2
Kematian ibu pada
preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan
dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau abses paru
(Rustam, 1998).
D. Manifestasi Klinis
Diagnosis
preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :
- Edema
- Hipertensi
- Proteinuria
Berat
badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema
terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan
muka. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat
selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg
patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein
sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan
dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam.
Disebut
preeklamsia berat bila ditemukan gejala :
- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau
diastolik ≥ 110 mmHg.
- Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes
celup.
- Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).
- Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
- Nyeri epigastrum dan ikterus.
- Trombositopenia.
- Pertumbuhan janin
terhambat.
- Mual muntah
- Nyeri epigastrium
- Pusing
- Penurunan visus (Kapita Selekta Kedokteran
edisi ke-3)
E. Pencegahan
Pemeriksaan
antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini
preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita
perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor
predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya
preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi
dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya yang baik
pada wanita hamil. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun
pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan
berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan
penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara
dini preeklampsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan
obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan
antenatal yang baik.
F. Penatalaksanaan
Ditinjau
dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a.
Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
1. Perawatan aktif
Sedapat mungkin sebelum
perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment
(NST dan USG). Indikasi :
a. Ibu
• Usia
kehamilan 37 minggu atau lebih
• Adanya
tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu
setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah
24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada
perbaikan)
b. Janin
• Hasil fetal assesment
jelek (NST dan USG)
• Adanya tanda IUGR (janin
terhambat)
c. Laboratorium
• Adanya
“HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia)
2. Pengobatan
mediastinal
Pengobatan mediastinal
pasien preeklampsia berat adalah :
a. Segera
masuk rumah sakit.
b. Tirah
baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit,
refleks patella setiap jam.
c. Infus
dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500
cc.
d. Diet
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
e.
Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).
1. Dosis
awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20%
dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di pantat
kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7
cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung
adrenalin pada suntikan IM.
2. Dosis
ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis
ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi
2-3 hari.
3.
Syarat-syarat pemberian MgSO4
•
Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc)
diberikan IV dalam 3 menit.
• Refleks
patella positif kuat.
•
Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.
•
Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam)
4. MgSO4
dihentikan bila :
• Ada
tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi
jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan
kematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada
dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar
8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan
dan > 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
• Bila
timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :
-
Hentikan pemberian MgSO4
- Berikan
calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit
- Berikan
oksigen
- Lakukan
pernapasan buatan
• MgSO4
dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi perbaikan
(normotensi).
f.
Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.
g. Anti
hipertensi diberikan bila :
1.
Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih
125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan <
90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
2. Dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
3. Bila
diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang
dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan
tekanan darah.
4. Bila
tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi
secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal
pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (syakib
bakri,1997)
b.
Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medisinal.
1.
Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2.
Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif.
Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana
gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat kanan.
3.
Pengobatan obstetri :
a. Selama
perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif
hanya disini tidak dilakukan terminasi.
b. MgSO4
dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam 24 jam.
c. Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan
harus diterminasi.
d. Bila
sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20% 2 gr
IV.
4.
Penderita dipulangkan bila :
a.
Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan telah
dirawat selama 3 hari.
b. Bila
selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu).
G. Komplikasi
1. Stroke
2. Hipoxia janin
3. Gagal ginjal
4. Kebutaan
5. Gagal jangtung
6. Kejang
7. Hipertensi permanen
8. Distress fetal
9. Infark plasenta
10. Abruptio plasenta
11. Kematian janin
H. Pemeriksaan Penunjang
Preeklampsia
1.
Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi urin.
2.
Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk menilai
kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.
3.
Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina.
4.
Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasma
serta urin untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999)
5.
Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan kardiomegali.
II.
KONSEP KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia
adalah :
1. Data subyektif :
-
Umur
biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
-
Riwayat
kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri
epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
-
Riwayat
kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM
-
Riwayat
kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
-
Pola
nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
-
Psiko
sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh
karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya
2. Data Obyektif :
-
Inspeksi :
edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
-
Palpasi :
untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
-
Auskultasi
: mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
-
Perkusi :
untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )
-
Pemeriksaan
penunjang ;
·
Tanda
vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan
interval 6 jam
·
Laboratorium
: protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3
gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ
urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
·
Berat
badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
·
Tingkat
kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
·
USG ;
untuk mengetahui keadaan janin
·
NST :
untuk mengetahui kesejahteraan janin
B.
Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan
kebutuhan O2
2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan
suplai O2, kelemahan fisik
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan
vaskuler otak
5. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan
reabsorpsi Na
6. Resiko injuri b.d peningkatan tekanan
vaskuler retina
C. Rencana
Tindakan Keperawatan
1. Pola
nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit pola nafas kembali
normal
Kriteria
hasil : bebas dari sianosis, pala nafas normal RR : 24 x/mnt
Intervensi
:
a.
Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
Rasional : untuk mengetahui pola nafas pasien
b.
Auskultasi bunyi nafas
Rasional : mengetahui ada tidaknya nafas
tambahan
c. Atur
posisi pasien semi fowler
Rasional : merangsang fungsi pernafasan atau
ekspansi paru
d.
Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan pengiriman oksigen ke
paru
2. Gangguan perfusi
jaringan b.d penurunan COP
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit diharapkan kebutuhan O2 terpenuhi.
Kriteria hasil : CRT < 2
detik, tidak terjadi sianosis
Interensi :
a. Catat
frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : untuk mengetahui kelemahan otot
pernapasan.
b. Awasi
tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui tingkat kegawatan
klien.
c. Pantau
BGA
Rasional : asidosis yang terjadi dapat
menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel.
d.
Kolaborasi pemberian IV larutan elektrolit
Rasional : meminimalkan fluktuasi dalam aliran
vaskuler.
3. Intoleransi aktivitas
b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik
Tujuan :
setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas pasien
dapat terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien
berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / di perlukan
Intervensi :
a. Periksa TTV sebelum dan
sesudah aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat kelemahan
b. Instruksikan pasien
tentang tekhnik penghematan energi
Rasional : membantu keseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2.
c. Berikan bantuan sesuai
kebutuhan
Rasional : Memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
4. Gangguan rasa nyaman
nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri berkurang
/menghilang
Kriteria hasil : wajah
tidak menyeringai, tidak pusing
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
Rasional : mengetahui intensitas nyeri
b. Pertahankan tirah baring
Rasional : meminimalkan stimulasi / meningkatkan
relaksasi
c.
Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala
misalnya, mengejan, batuk panjang
Rasional
: aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menambah beratkan penyakit
d. Ajarkan taknik relaksasi
dan distraksi
Rasional : membantu menghilangkan rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai indikasi misalnya lorazepam, diazepam
Rasional : menurunkan nyeri dan menurunkan
rengsang system saraf simpatis.
5. Kelebihan volume cairan
b.d peningkatan reabsorpsi Na
Tujuan : Setelah di lakukan
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam BB stabil
Kriteria hasil : - Tidak
ada destensi vena perifer dan edema
- Paru bersih dan BB stabil
Intervensi :
a. Obervasi input dan
output
Rasional : Mengetahui pengeluaran dan pemasukan
cairan
b. Jelaskan tujuan
pembatasan cairan / Na pada pasien
Rasional
: Na dapat mengikat air sehingga meningkatkan volume cairan bertambah
c.
Kolaborasi pemberian deuretik , contoh : furosemid (lazix),asam etakrinik
(edecrin) sesuai dengan indikasi.
Rasional : Menghambat reabsorpsi natrium dan
menurunkan kelebihan cairan
d. Kolaborasi dengan ahli
gizi
Rasional : diet pembatasan Na sesuai indikasi
6. Resiko injuri b.d
peningkatan tekanan vaskuler retina
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak mengalami trauma
Kriteria hasil : Pasien
tidak mengalami cidera
Intervensi :
a. Hindarkan pasien dari
benda-benda yang berbahaya bagi pasien
Rasional : Mencegah terjadinya injuri
b. Pertahankan tirah baring
Rasional : Meminimalkan pergerakan pasien
c. Pertahankan BEL di
samping tempat tidur dan pagar tempat tidur tinggi
Rasional : Mencegah terjadinya injuri
d. Batasi aktivitas pasien
Rasional : Meminimalkan aktivitas yang dapat
menimbulkan trauma pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif dkk.2001. Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta
Doengoes,
Marilynn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran. EGC :
Jakarta.
Sujiyatini dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan.
Nuha Medika : Jogjakarta
Wiknjosastro,
Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo :
Jakarta Pusat
Obstetri Patologi. 1984. Elstar Offset :
Bandung.
http://merawatdansehat.blogspot.com/2011/03/askep-preeklampsia-berat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar